"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujuraat [49] : ayat 13)

Senin, 01 Oktober 2012

Menolak PANCASILA sama dengan Pengkianat NKRI


Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.




Entah sengaja atau tidak, ku berpikir “seandainya GARUDA tak berwarna”; apakah masih  disebut GARUDA atau sudah menjadi ADURAG? [sebutan amburadul, yang merupakan cerminan amburadulnya bangsa ini sekarang]. Mungkin, cuma diriku yang berpikir seperti itu; dan tak ada di antara anak bangsa ini, berpikir ‘aneh’ seperti ku; berpikir sambil membayangkan GARUDA TAK BERWARNA. Tangan mulai usil untuk menulis keanehan-keanehan yang ada; seandainya GARUDA TAK BERWARNA, apa penyebabnya? Ternyata, GARUDA BISA TAK BERWARNA, dan IA MENANGIS KARENA:


Uang, Kuasa, Kekuasaan, yang MAHA utama, dasyat, dan berkuasa
Kemanusiaan telah sirna, dan keadilan hanya untuk mereka yang mempunyai UANG, KUASA, serta KEKUASAAN
Nusantara semakin terpecah akibat SARA
Rakyat telah kehilangan pemimpin yang bijak
Rakyat sudah tak mempunyai harapan untuk mengapai keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan

PANCASILA, merupakan salah satu pilar pemersatu bangsa - rakyat yang bernaung di/dalam  frame NKRI. Berdasar frame tersebut, mengalir banyak hal (lihat tanggapan pertama, di bawah) yang bisa diwujudnyatakan sebagai gaya - jalan - model - nilai-nilai hidup serta kehidupan ideal sebagai bangsa dan rakyat Indonesia.
Itu juga bermakna, penolakan terhadap PANCASILA maka bisa juga bermakna menolak dan anti nilai-nilai luhur sebagai bangsa dan negara Indonesia (yang telah diwariskan oleh leluhur serta pendiri bangsa).

Banyak rakyat RI pahami dengan baik dan benar bahwa Pancasila bukan agama dan tak bisa diagamakan; Pancasila tak bisamenggantikan agama dan agama pun tak bisa dipancasilakan. Akan tetapi, karena adanya Pancasila sebagai idiologi bangsa maka agama-agama diberi hak hidup dan ada di Nusantara.

Jadi, tak ada alasan agama dan keagamaan, menjadi Anti Pancasila.Juga, tak ada alasan karena kebebasan - berdemokrasi, manusia Indonesia menolak dan anti Pancasila.  Serta, tak pada tempatnya, mereka yang ada di Nusantara, berusaha di Nusantara, makan dan minum di Nusantara,  gunakan segala sesuatu di Nusantara, tetapi menolak Pancasila. Jika ada seperti itu, maka mereka adalah PENGKHIANAT BANGSA - MEREKA adalah TERORIS - MEREKA adalah orang-orang yang anti manusia dan kemanusiaan RI - mereka selayak di usir dari Nusantara.


Pancasila sebagai idiologi bangsa dan salah satu pilar kesatuan serta persatuan bangsa, dari perjalanan panjang sejarah bangsa dan negara. Para pendiri bangsa mempunyai pandangan futuristik dan eskkhatologis sosial, sehingga mereka (telah) melahirkan menetapkan Pancasila sebagai elemen mendasar berbangsa - bernegara. Dan semuanya itu menjadi suatu ikatan semangat yang menyatukan serta membesarkan NKRI dan berhasil melawan kolonial. 

Semangat tersebut terus berlanjut, sehingga dengan suara bulat, satu suara, satu pandangan, MPR melalui Ketetapan MPR no. II/MPR/1978, menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal berbangsa dan bernegara. Sila-sila dalam Pancasila diuraikan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan butir-butir sederhana untuk dihayati (lihat tanggapan, di bawah), dipahami, dan diwujudnyatakan dalam/pada hidup serta kehidupan berbangsa dan bernegara (sehari hari).

Sayangnya, nilai-nilai luhur tersebut, menjadi sirna dari perilaku berbangsa dan bernegara, akibat adanya penolakan dari kelompok-kelompok anak negeri, dan diperkuat dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998, bahkan diperkuat Ketetapan MPR no. I/MPR/2003. (silahkan klik link sumber)

Sesuatu yang tragis dan menyakitkan
Ketika revolusi dan masih hangatnya menyatukan dan membangun bangsa, para pendiri bangsa gunakan Pancasila sebagai salah satu alat perekat - pemersatu - penyemangat kesatuan semua orang di Nusantara.

Akan tetapi, ketika reformasi, para elite bangsa menolak dan meniadakan Pancasila sebagai asas berbangsa dan bernegara, (mereka bukannya melakukan perbaikan sistem edukasi tentang Pancasila kepada rakyat, tetapi menghapusnya). Sungguh suatu tindakan ironis yang hanya melihat/demi kepentingan sesaat. Para elite bangsa pada waktu itu, hanya memikirkan dalam waktu pendek serta sesat dan sesaat, tanpa melihat jauh ke depan.
Kini, sikon sekarang, apa yang terjadi setelah Pancasila bukan lagi utama serta pertama dalam hubungan berbangsa dan bernegara!? Ternyata muncul dan lahir malapetaka idiologi - malapekata sosial dan bencana idiologi - bencana sosial; dan dampaknya menjurus kepada kehancuran NKRI. Hal-hal tersebut antara lain:
  • adanya politisi dari parpol yang tidak berazas Pancasila, mereka justru memperjuangkan penggantian model/sistem negara dengan idiologi bersifat keagamaan, atau mungkin saja terbuka untuk yang bersifat sosialis-komunis
  • adanya gerakan keagamaan radikal dalam bentuk ormas, lembaga keagamaan, aparat pemerintah yang menunjukan tindak sara - diskriminasi - pelanggaran ham dan hal-hal lainnya yang sejenis
  • adanya penindasan terhadap kaum marginal dan golongan minoritas; mereka semakin mengalami ketertindasan, dan sang penindas pun tak pernah dihukum karena aparat pemerintah yang rasis
  • memunculkan hal-hal yang intoleran melanggar HAM seperti di bawah ini (yang ada di tempat lain, namun tak ada di Nusantara); di Nusantara tak ada yang sesuai laporan ini; serta hal-hal berikut: kaum agama yang bertindak BRUTAL atas nama agama; di negeri ini kelompok-kelompok preman atas nama agama, boleh melakukan tindakan brutal terhadap semua yang menurut mereka tidak sesuai dengan perintah agama mereka; penindasan terhadap agama-2 serta kepercayaan minoritas; di negeri ini dibolehkan untuk melakukan pembakaran properti kelompok minoritas, pengusiran, bahkan menjarah harta milik kelompok aliran keagamaan; pengrusakan - kebrutalan tempat ibadah; di negeri boleh membom, merusak, membakar tempat-tempat ibadah agama-aliran keagamaan yang minoritas; radikalisme atas nama agama; di negeri ini, boleh menghina ajaran agama-agama serta aliran minoritas; pembunuhan atas nama agama;penghujatan terhadap agama-agama
  • adanya pejabat - pejabat pemerintah yang mengeluarkan KEBIJAKAN RASIS - RASIALIS, yang atas nama kuasa dan kekuasaan, melakukan PELECEHAN terhadap umat beragama

Butir-butir pengamalan Pancasila
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa, 36 BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
A. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

B. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
Saling mencintai sesama manusia.
Mengembangkan sikap tenggang rasa.
Tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

C. SILA PERSATUAN INDONESIA
Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
Cinta Tanah Air dan Bangsa.
Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

D. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

E. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
Bersikap adil.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menghormati hak-hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
Tidak bersifat boros.
Tidak bergaya hidup mewah.
Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
Suka bekerja keras.
Menghargai hasil karya orang lain.
Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

*Abbah Jappy
(kompasiana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar